You are currently viewing Ujian : Momok atau Momen Naik Level?

Ujian : Momok atau Momen Naik Level?

Akhirnya blog saya ini bisa kembali aktif berbarengan dengan masa ujian atau yang sekarang dikenal dengan Asesmen Sumatif Akhir Semester alias ASAS. Bener-bener ujian karena kemarin blog ini terpaksa beku karena sesuatu hal, dan semua konten terhapus tanpa bisa saya kembalikan.

Oke, lupakan dulu tragedi blog-wipeout saya (namanya juga ujian, pasti ada aja cobaannya). Sekarang kita fokus ke ujian semester yang sedang kita hadapi, entah kalian murid-murid di bangku SMK, atau untuk anda-anda bapak/ibu guru yang lagi sibuk menyiapkan soal dan nilai. Coba deh jujur, saat mendengar kata “ujian,” yang muncul pertama kali di kepala kita apa? Stres? Begadang? Atau malah, “Ah, paling-paling juga gitu-gitu aja”?

Coba kita luruskan dulu, ujian itu bukan alat untuk menghukum kalian mas-mas mbak-mbak, siswa-siswi sekalian atau sengaja membikin hidup kalian jadi lebih susah. Ujian, atau yang sekarang sering kita sebut Asesmen, itu adalah alat cek ombak. Alat buat kita, baik untuk siswa maupun guru, untuk mengetahui “Sejauh mana ya ilmu yang sudah kita transfer dan serap selama enam bulan terakhir?”

Sederhananya, ujian adalah sebuah “Panggung Pembuktian.” Bukan cuma pembuktian kita bisa jawab soal, tapi juga pembuktian bahwa bpk/ibu guru apakah telah berhasil mengajar. Kalau siswa sukses, itu artinya gurunya juga sukses! Jadi, jangan anggap musuh, anggaplah ini adalah turnamen di akhir musim.

Ujian selain buat nentuin nilai, naik kelas atau nggak, ujian itu penting buat “Mindset Growth.” Kalau hasilnya bagus, kita jadi termotivasi. Kalau hasilnya kurang, kita juga jadi ngerti, “Oh, part ini nih yang harus aku ulangi.”

Ingat kata pepatah, “Jatuh itu biasa, yang luar biasa adalah bangkit lagi dan tahu kenapa kita jatuh.” Ujian sebenarnya cuma membantu mencatat di mana kita jatuh.

Strategi Ujian: Bukan Cuma SKS (Sistem Kebut Semalam)

Nah, ini bagian penting buat anak-anak SMK. Kalian di jurusan teknik, bisnis, atau kreatif, kan? Ujian seringkali nggak cuma teori, tapi juga penerapan atau praktik. Jadi, strategi belajarnya juga harus smart, nggak cuma SKS (Sistem Kebut Semalam) yang bikin mata panda.

  1. Analisis Materi
    Jangan cuma baca buku paket dari awal sampai akhir. Tanya ke senior atau guru kalian, “Materi mana yang paling sering keluar? Materi inti di Kompetensi Keahlian saya itu apa?” Fokuskan 70% energi kalian ke sana. Sisanya buat materi pelengkap.
  2. Tidur adalah Cheat Code
    Serius. Otak kita itu kayak komputer, butuh restart dan saving. Saat kalian tidur, otak lagi sibuk memindahkan semua informasi yang kalian pelajari hari itu dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Begadang itu musuh ingatan! Kalau kalian belajar sampai jam 3 pagi, yakin deh, saat ujian jam 7 pagi, yang nyangkut cuma 10%.

“Belajar keras itu penting, tapi belajar cerdas lebih penting. Dan istirahat adalah bagian dari belajar cerdas itu sendiri.”

  1. Teknik Pomodoro (atau Sejenisnya):
    Daripada maraton belajar 5 jam tanpa jeda, mending coba: Belajar fokus 25 menit, istirahat 5 menit. Ulangi empat kali, baru istirahat panjang 30 menit. Otak akan lebih segar dan informasi lebih mudah masuk. Ini namanya “Belajar Sprint,” bukan “Belajar Jalan Santai.” Kalian anak SMK, harusnya suka ngebut tapi tetap aman, kan?

Memahami Si ‘Tomat’ (Pomodoro Technique)
Nah, buat yang baru dengar, “Pomodoro” itu bahasa Italia yang artinya Tomat. Teknik ini dikenalkan oleh Francesco Cirillo di akhir tahun 1980-an. Kenapa Tomat? Karena waktu itu dia pakai timer dapur bentuk tomat untuk mengukur waktu belajarnya. Intinya sederhana otak manusia nggak bisa fokus optimal dalam waktu yang sangat lama. Dengan membagi waktu jadi interval singkat, kita kasih otak kesempatan buat refresh dan menyerap materi lebih baik. Jadi, fokus 25 menit itu harus total, HP harus silent. Kalau perlu buang dulu !

Istirahat 5 menitnya baru boleh cek IG atau selonjoran. Teknik ini cocok banget buat kalian yang gampang banget kena distraksi!

Pesan untuk Bapak/Ibu Guru : Ujian adalah Cermin Kita
Untuk bapak/ibu guru pembimbing, kita juga perlu self-reflection di masa asesmen ini. Hasil ujian siswa adalah cerminan metode ajar kita.

Lihatlah Pola Kesalahan. Jika satu kelas, atau mayoritas siswa, salah di satu soal atau satu bab yang sama, itu bukan berarti siswanya bodoh. Itu artinya cara penyampaian kita di bab itu mungkin perlu dievaluasi.

Asesmen Bukan Hanya Angka. Jangan cuma fokus pada angka 75, 80, atau 95. Coba lihat perkembangan siswa kita. Siswa yang awalnya nilainya 50, lalu di ujian ini jadi 70, itu adalah kenaikan 20 poin! Itu jauh lebih berharga daripada siswa yang nilainya selalu 90 tapi nggak ada peningkatan effort. Kita perlu mengapresiasi proses mereka.

“Tujuan mendidik bukanlah mengisi wadah, melainkan menyalakan api.” — Plutarch.

Mari kita pastikan ujian ini menyalakan semangat mereka, bukan malah memadamkannya.

Sebagai penutup, anggaplah ujian sebagai Side Quest. Ujian ini memang hanyalah satu selingan kecil di perjalanan panjang kalian menuju dunia kerja sesungguhnya atau tempat studi yang lebih tinggi suatu saat nanti. Yang lebih menentukan setelah lulus sekolah nanti adalah kompetensi kalian, etika kerja kalian, dan kemampuan beradaptasi kalian.
Jangan biarkan selembar kertas hasil ujian mendefinisikan siapa kita. Kita bisa lebih dari sekedar nilai tercetak itu. Tapi, karena side quest ini wajib diselesaikan, ya kerjakanlah dengan penuh tanggung jawab dan maksimal!

Sukses untuk ASAS-nya, dan tetaplah semangat belajar !

Leave a Reply